Selasa, 25 Juni 2013
daftar nama dan alamat ptn se jabodetabek
1. Universitas Indonesia
Alamat : Universitas Indonesia Kampus UI Depok 16424 – Indonesia
Telp : 021-786 7 222
Fax :
2. Universitas Negeri Jakarta
Alamat : Jl. Rawamangun Muka Jakarta
Telp : 021-4890046,4893726
Fax : 021-4893726
3. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Alamat : Jalan Raya Jakarta Km.4 Pakupatan Serang Provinsi Banten
Telp : (0254) 395502
Fax :
4. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Alamat : Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat
Telp : 021-7401925
Fax : 021-7402982
5. Universitas Gunadarma
Alamat : Jl. Margonda Raya 100, Depok
Telp : +62 – 21 – 78881112
Fax :
6. Universitas Bina Nusantara (Binus) Jakarta
Alamat : Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27, Kebon Jeruk Jakarta Barat
Telp : (+62 – 21) 53696969, 53696999
Fax : (+62 – 21) 530 – 0244
7. Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta
Alamat : Jl. Jenderal Sudirman 51, Jakarta
Telp : (62)(21)5703306, 5727615
Fax :
8. Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta
Alamat : Tanjung Duren Raya No.4 Jakarta
Telp : (021) 566-6952 (hunting)
Fax : (021) 566-6951/56
9. Universitas Pancasila Jakarta
Alamat : Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa Jakarta Selatan
Telp : (021) 78880305, 7270086
Fax : (021) 7864721, 7271868
10. Universitas Pelita Harapan (UPH)
Alamat : M.H. Thamrin Boulevard 1100 Lippo Village Tangerang
Telp : +62 21 546 0901
Fax :
11. Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama)
Alamat : Jl.Hanglekir I No.8 Jakarta Pusat
Telp : (021)-7395333, 7396585
Fax :
12. Universitas Persada Indonesia Y.A.I (UPI Y.A.I) Jakarta
Alamat : Jl. Diponegoro No. 74 Jakarta Pusat
Telp : +6221-3916000, +6221-3926000 ext. 1531, 1532
Fax : +6221-3916595
13. Universitas Tarumanegara Jakarta
Alamat : Jl. S. Parman No. 1 Jakarta Barat
Telp : +6221-56958723/46
Fax : +6221-56958738
14. Universitas Trisakti Jakarta
Alamat : Jl. Kyai Tapa No.1, Grogol Jakarta
Telp : (62-21) 5663232 ext. 8128, 8140
Fax : (62-21) 5671356
15. Universitas Presiden
Alamat : Jl. Ki Hajar Dewantara, Kota Jababeka Cikarang Baru, Bekasi
Telp :
Fax :
16. Universitas Yarsi
Alamat : Jl. Let. Jend. Suprapto Cempaka Putih, Jakarta Pusat
Telp : +62 21 4206675
Fax : +62 21 4243171
17. Universitas 17 Agustus 1945
Alamat : SUNTER PODOMORO SUNTER AGUNG JAKARTA
Telp : (021) 64715666
Fax : (021) 64715666
18. Universitas Borobudur
Alamat : Jl. Raya Kalimalang No. 1 Jakarta Timur
Telp : 021-5628136
Fax :
19. Universitas Budi Luhur
Alamat : Jl. Ciledug Raya Petukangan Utara Jakarta Selatan.
Telp : 021 – 5853753
Fax : 021 – 5853752
20. Universitas Bung Karno Jakarta
Alamat : Jl. Kimia Jakarta
Telp : 021 – 31 123 567, 34 287 698
Fax :
21. Universitas Indonesia Esa Unggul
Alamat : Jl. Ajuna Utara No. 09, Tol Tomang. Kebon Jeruk,Jakarta Barat
Telp : 021 – 5674223 (hunting), 021 – 5682510
Fax : 021 – 5674248
22. Universitas Kristen Indonesia
Alamat : Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta
Telp : (021) 8092425
Fax :
23. Universitas Mercu Buana Jakarta
Alamat : Jl. Meruya Selatan, Kebun Jeruk – Jakarta Barat
24. Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Scientia Garden
Alamat : Jl. Boulevard Gading Serpong Tangerang – Banten
Telp : (021) 5422 0808/ 3703 9777
Fax : (021) 5422 0800
25. Universitas Nasional Jakarta
Alamat : Jl.Sawo Manila, Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Telp : (021)-7806700
Fax : 021-7802718
26. Universitas Paramadina Jakarta
Alamat : Jl. Gatot Subroto Kav. 97 Mampang, Jakarta
Telp : +62-21-7918-1188
Fax : +62-21-799-3375
27. Universitas Sahid
Alamat : Jalan Profesor Doktor Supomo 84 Jakarta
Telp : +62-21 831 2813
Fax :
28. Institut Teknologi Indonesia
Alamat : Jl. Raya Puspiptek, Serpong, Tangerang
Telp : (62) 021 7561102
Fax : (62) 021 7561102
29. Institut Pertanian Bogor
Alamat : Jl. Raya Darmaga Kampus IPB Darmaga Bogor
Telp : +62 251 8622642, +62 251 8622708
Fax :
30. Universitas Pakuan Bogor
Alamat : Jl. Pakuan PO Box 452 Bogor Jawa Barat
Telp : 0251 – 8312206, 0251 – 8380137
Fax : 0251 – 356927
Minggu, 23 Juni 2013
takehome hukum
POSISI KASUS
1.
Latar
belakang
Bisnis ritel atau perdagangan
eceran memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan bisnis di Indonesia,
baik ditinjau dari sudut konsumen maupun produsen. Dari sudut
produsen, pedagang eceran dipandang sebagai ujung tombak perusahaan yang akan
sangat menentukan laku tidaknya produk perusahaan. Melalui pengecer pula
para produsen memperoleh informasi berharga tentang komentar konsumen terhadap
barangnya seperti bentuk, rasa, daya tahan, harga dan segala sesuatu mengenai
produknya. Sementara jika dipandang dari sudut konsumen, pedagang
eceran juga memiliki peranan yang sangat penting karena bertindak sebagai agen
yang membeli, mengumpulkan, dan menyediakan barang atau jasa untuk memenuhi
kebutuhan atau keperluan pihak konsumen.
Seiring dengan perkembangan,
persaingan usaha , khususnya pada bidang ritel diantara pelaku usaha semakin
keras. Untuk mengantisipasinya, Pemerintah dan DPR menerbitkan Undang Undang
No. 5 Tahun 1999 tentang Praktek Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dengan hadirnya undang-undang tersebut dan lembaga yang mengawasi
pelaksanaannya, yaitu KPPU, diharapkan para pelaku usaha dapat bersaing secara
sehat sehingga seluruh kegiatan ekonomi dapat berlangsung lebih efisien dan
memberi manfaat bagi konsumen.
Di dalam kenyataan yang terjadi,
penegakan hukum UU praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini masih
lemah. Dan kelemahan tersebut ”dimanfaatkan” oleh pihak CARREFOUR Indonesia
untuk melakukan ekspansi bisnis dengan mengakuisisi PT Alfa Retailindo Tbk.
Dengan mengakuisisi 75 persen saham PT Alfa Retailindo Tbk dari Prime Horizon
Pte Ltd dan PT Sigmantara Alfindo.Berdasarkan laporan yang masuk ke KPPU,
pangsa pasar Carrefour untuk sektor ritel dinilai telah melebihi batas yang
dianggap wajar, sehingga berpotensi menimbulkan persaingan usaha yang tidak
sehat.
2.
Rumusan masalah
1.
Sejauh
mana PT Carrefour melanggar Undang Undang No.5 Tahun 1999
2. Sanksi apa yang telah diberikan
untuk pelnggaran tersebut
3. Apa yang seharusnya dilakukan oleh
pemerintah dalam menangani kasus tersebut?
3. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk:
1.
Mengetahui
arti dari Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
2.
Mengetahui
pelanggaran PT Carrefour terhadap Undang Undang No.5 Tahun 1999
3.
Mengetahui
alternative pemecahan masalah terhadap pelanggaran yang telah dilakukan oleh PT
Carrefour.
KAJIAN PUSTAKA
UU
PERSAINGAN USAHA
UNDANGUNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
5 TAHUN 1999
TENTANG
LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.
bahwa
pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan
rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b.
bahwa
demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi
setiap warga negara untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran
barang dan atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien
sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang
wajar;
c.
bahwa
setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan
yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan
ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang
telah dilaksanakan oleh negara Republik Indonesia terhadap
perjanjian-perjanjian internasional;
d.
bahwa
untuk mewujudkan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c,
atas usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat perlu disusun Undang-Undang Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
Mengingat :
Pasal 5 Ayat (1), Pasal 21 Ayat (1),
Pasal 27 Ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN
PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini
yang dimaksud dengan:
1. Monopoli
adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas
penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku
usaha.
2. Praktek
monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha
yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum.
3. Pemusatan
kekuatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan
oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga barang dan
atau jasa.
4. Posisi
dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang
berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai,
atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar
bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada
pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau
permintaan barang atau jasa tertentu.
5. Pelaku
usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan
usaha dalam bidang ekonomi.
6. Persaingan
usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan
cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
7. Perjanjian
adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri
terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apa pun, baik tertulis
maupun tidak tertulis.
8. Persekongkolan
atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha
dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi
kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.
9. Pasar
adalah lembaga ekonomi di mana para pembeli dan penjual baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat melakukan transaksi perdagangan barang dan atau
jasa.
10. Pasar
bersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasaran
tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang sama atau sejenis
atau substitusi dari barang dan atau jasa tersebut.
11. Struktur
pasar adalah keadaan pasar yang memberikan petunjuk tentang aspek-aspek yang
memiliki pengaruh penting terhadap perilaku pelaku usaha dan kinerja pasar,
antara lain jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk dan keluar pasar,
keragaman produk, sistem distribusi, dan penguasaan pangsa pasar.
12. Perilaku
pasar adalah tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam kapasitasnya
sebagai pemasok atau pembeli barang dan atau jasa untuk mencapai tujuan
perusahaan, antara lain pencapaian laba, pertumbuhan aset, target penjualan,
dan metode persaingan yang digunakan.
13. Pangsa
pasar adalah persentase nilai jual atau beli barang atau jasa tertentu yang
dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam tahun kalender
tertentu.
14. Harga
pasar adalah harga yang dibayar dalam transaksi barang dan atau jasa sesuai
kesepakatan antara para pihak di pasar bersangkutan.
15. Konsumen
adalah setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa baik untuk
kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain.
16. Barang
adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun
tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau
dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal
2
Pelaku
usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan
kepentingan umum.
Pasal
3
Tujuan
pembentukan undang-undang ini adalah untuk:
-
menjaga kepentingan umum dan
meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat;
-
mewujudkan iklim usaha yang kondusif
melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya
kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha
menengah, dan pelaku usaha kecil;
-
mencegah praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan
-
terciptanya efektivitas dan efisiensi
dalam kegiatan usaha.
BAB II
Pembahasan dan Analis
1.
pengertian
anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Secara
etimologi, kata “monopoli” berasal dari kata Yunani ‘Monos’ yang berarti
sendiri dan ‘Polein’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara
sederhana orang lantas memberi pengertian monoopli sebagai suatu kondisi dimana
hanya ada satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa
tertentu.
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya.
Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli).Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
A. Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
B. Kegiatan yang dilarang dalan antimonopoly
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya
C.Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya.
Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli).Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
A. Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
B. Kegiatan yang dilarang dalan antimonopoly
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya
C.Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
1.
Perjanjian yang dilarang, yaitu
melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol
produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan
harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory
pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan
pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
2.
Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan
kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan
pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat.
3.
Posisi dominan, pelaku usaha yang
menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar,
menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam
pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar
membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain
mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
3.Efisiensi alokasi sumber daya alam
4.Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
5.Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
6.Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
7.Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8.Menciptakan inovasi dalam perusahaan
F.Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif,
UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana.Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok.Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
3.Efisiensi alokasi sumber daya alam
4.Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
5.Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
6.Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
7.Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8.Menciptakan inovasi dalam perusahaan
F.Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif,
UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana.Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok.Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal
48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c.penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c.penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.
2. Analisis kasus
Kasus
PT Carrefour Indonesia dan keputusan KPPU
Kasus PT Carrefour sebagai Pelanggaran UU
No. 5 Tahun 1999. Salah satu aksi
perusahaan yang cukup sering dilakukan adalah pengambil alihan atau
akuisisi.Dalam UU No.40/2007 tentang Perseroan terbatas disebutkan bahwa hanya
saham yang dapat diambil alih.Jadi, asset dan yang lainnya tidak dapat di
akuisisi.
Akuisisi biasanya menjadi salah satu jalan untuk
meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan. Dalam bahasa inggrisnya dikenal dengan istilah acquisition atau take
over . pengertian acquisition atau take over
adalah pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian perusahaan oleh
suatu perusahaan lain. Istilah Take over
sendiri memiliki 2 ungkapan , 1. Friendly take over (akuisisi biasa)
2.hostile take over (akuisisi yang bersifat “mencaplok”) Pengambilalihan
tersebut ditempuh dengan cara membeli saham dari perusahaan tersebut.
Esensi
dari akuisisi adalah praktek jual beli. Dimana perusahaan pengakuisisi akan
menerima hak atas saham dan perusahaan terakuisisi akan menerima hak atas
sejumlah uang harga saham tersebut. Menurut pasal 125 ayat (2) UU No. 40 tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas yang menjelaskan bahwa pengambilalihan dapat
dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan. Jika pengambilalihan
dilakukan oleh perseroan, maka keputusan akuisisi harus mendapat persetujuan
dari RUPS. Dan pasal yang sama ayat 7 menyebutkan pengambilalihan saham
perseroan lain langsung dari pemegang saham tidak perlu didahului dengan
membuat rancangan pengambilalihan ,tetapi dilakukan langsung melalui
perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang
saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar perseroan yang diambil alih.
Dalam mengakuisisi perusahaan yang akan
mengambilalih harus memperhatikan kepentingan dari pihak yang terkait yang
disebutkan dalam UU. No. 40 tahun 2007, yaitu Perseroan, pemegang saham
minoritas, karyawan perseroan, kreditor , mitra usaha lainnya dari Perseroan;
masyarakat serta persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Dalam sidang KPPU tanggal 4 november 2009,
Majelis Komisi menyatakan Carrefour terbukti secara sah dan meyakinkan
melanggar Pasal 17 (1) dan Pasal 25 (1) huruf a UU No.5/1999 tentang larangan
praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat..Pasal 17 UU No. 5/1999, yang
memuat ketentuan mengenai larangan bagi pelaku usaha untuk melakukan penguasaan
pasar, sedangkan Pasal 25 (1) UU No.5/1999 memuat ketentuan terkait dengan
posisi dominan.
Majelis komisi menyebutkan berdasarkan
bukti-bukti yang diperoleh selama pemeriksaan perusahaan itu pangsa pasar
perusahaan ritel itu meningkat menjadi 57,99% (2008) pasca mengakuisisi Alfa
Retailindo. Pada 2007, pangsa pasar perusahaan ini sebesar 46,30%. sehingga
secara hukum memenuhi kualifikasi menguasai pasar dan mempunyai posisi dominan,
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 Ayat 2 UU No.5 Tahun 1999.
Berdasarkan
pemeriksaan, menurut Majelis KPPU, penguasaan pasar dan posisi dominan ini
disalahgunakan kepada para pemasok dengan meningkatkan dan memaksakan
potongan-potongan harga pembelian barang-barang pemasok melalui skema trading
terms.Pasca akuisisi Alfa Retailindo, sambungnya, potongan trading terms kepada
pemasok meningkat dalam kisaran 13%-20%. Pemasok, menurut majelis Komisi, tidak
berdaya menolak kenaikan tersebut karena
nilai penjualan pemasok di Carrefour cukup signifikan.
Pelanggaran
Hukum yang dilakukan PT Carrefour Indonesia
Adanya
penyalahgunaan hak akuisisi pada PT Alfa Retailindo Tbk yang mengakibatkan :
1. Kenaikan pangsa pasar dari 46,03% pada
2007 menjadi 57,99% pada 2008
2. Terjadinya peningkatan dan pemaksaan
potongan – potongan harga pembelian dari pemasok.
3. Pasal 17 berisi tentang pelarangan
menguasai alat produksi dan penguasaan barang yang bisa memicu terjadinya
praktik monopoli. Sedangkan Pasal 25 Ayat 1 berisi tentang posisi dominan dalam
menetapkan syarat-syarat perdagangan.
Pasal
yang dilanggar
1. Pasal 17 ayat 2
Isi
pasal 17 ayat 2: (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan
penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran
barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a.
barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b.
mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha
barang
dan
atau jasa yang sama; atau
c.
satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50%
(lima
puluh
persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
2. Pasal 20
Isi
pasal 20 : Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa
dengan cara melakukan jual
beli
atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau
mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Pasal 25 ayat 1 huruf a
Isi
pasal 25 ayat 1 huruf a : (1) Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk :
a. menetapkan
syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan
b. menghalangi
konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga
maupun kualitas;
4. Pasal 28
Isi
pasal 28 :
(1)
Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
(2)
Pelaku usaha dilaragg melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila
tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang
dilarang sebagaimana dimaksud ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan
saham perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
BAB IV
Penutup
1.
Kesimpulan
Pelanggaran etika bisnis dapat melemahkan daya saing hasil
industri dipasar internasional.Ini bisa terjadi sikap para pengusaha
kita.Kecenderungan makin banyaknya pelanggaran etika bisnis membuat
keprihatinan banyak pihak. Pengabaian etika bisnis dirasakan akan membawa
kerugian tidak saja buat masyarakat, tetapi juga bagi tatanan ekonomi nasional.
Disadari atau tidak, para pengusaha yang tidak memperhatikan etika bisnis akan
menghancurkan nama mereka sendiri dan negara.
2. Saran
Dalam menciptakan etika bisnis, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
1. pelaku bisnis dan
pihak yang terkait mampu mengendalikan diri untuk tidak mendapatkan keuntungan
dengan jalan main curang dan menekan pihak lain
2. Pelaku bisnis disini
dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat,
3. Pelaku bisnis
hendaknya menciptakan persaingan bisnis yang sehat
4. Pelaku bisnis
seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu
memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang
5.
Pelaku bisnis harus konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah
disepakati bersama
DAFTAR
PUSTAKA
1. http://aryo-bony-anggoro.mhs.narotama.ac.id/2011/10/23/kasus-monopoli-pasar-carrefour-indonesia/[diakses: selasa, 11 juni 2013 18.34 WIB]
2. http://bocahpinggiran.wordpress.com/2008/12/20/akuisisi-sebagai-salah-satu-aksi-korporasi-studi-kasus-pengambilalihan-pt-alfa-retailindo-tbk-oleh-pt-carrefour-indonesia/[diakses: selasa, 11 juni 201319.05
WIB]
3. https://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id=169079[diakses: kamis, 13 juni 2013 8.29WIB]
4. http://stephanieoctaviani-takmenyerah.blogspot.com/2011/05/pengertian-anti-monopoli-dan-persaingan.html
[diakses: jumat, 20 juni 2013 13.03 WIB]
Langganan:
Komentar (Atom)